HUKUM ACARA PERDATA
Cetakan ke Tujuh oleh : Prof.Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H
dan Dirangkum Ulang Oleh : Krismawan Nur Dianto
A. PENDAHULUAN
Dalam pemeriksaan persidangan di pengadilan ada yang dinamakan dengan saksi,yang dimaksud dengan saksi adalah orang dapat memberikan keterangan penyelidikan,penuntutan,pemeriksaan dan penyidikan di sidang pengadilan baik mengenai tindakan pidana maupun perdata yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri. Sedangkan korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisi, mental, atau ekonomi yang di akibatkan oleh tindak pidana.
dalam buku ini juga menggambarkan tugas hakim yang diantaranya yaitu menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.dan juga harus mendengarkan segala sesuatu yang ada di dalam persidangan missal,mendengarkan penuntut umum, saksi dan belaan dari terdakwa (orang yang jadi tersangka ) dalam kasus tersebut. Namun hakim juga harus berusaha mendamaikan antara kedua belah pihak yang berselisih. Dalam makalah ini juga membahas tentang bagaimana jalannya persidangan dalam pengadilan dan juga pemeriksaan di persidangan. Pemeriksaan dalam persidangan juga harus memperhatikan surat gugatan atau surat dakwaan yang bisa di ubah sebelum jadwal persidangan di tentukan oleh ketua pengadilan atau hakim itu sendiri, dan bagaimana tuntutan balik dapat dilakukan, Misalnya: penggugat menuntut dipenuhinya perjanjian, sedangkan tergugat menuntut diputuskannya perjanjian; dalam gugat konvensi dituntut pernyataan sah.:
B. CARA MENGAJUKAN TUNTUTAN HAK
Supomo mengatakan bahwa dengan dihapuskannya raad Justice dan SGH maka Rv resminya tidak berlaku lagi. Perlu diingat bahwa meskipun Raad Justice tidak berlaku lagi namun pasal 7 UU 34/1942 menetapkan , bahwa hokum acara perdata yang berlaku bagi Raad Justice dan HGH , yaitu RV , berlaku bagi kootoo Hooin. Sehingga dianggap tidak berlakunya Rv bukan karena dihapuskannya Raad Justice , melainkan karena pasal 5 ayat 1 UUDar. 1/1951 secara resmi menyatakan berlaku HIR dan Rbg
a. Tuntutan Hak
Tuntutan Hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah” eigenrichting “ . jadi setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak semaunya ke pengadilan, tuntutan hak yang didalam pasal 118 ayat 1 HIR ( Pasal 142 ayat 1 Rbg ) disebut sebagai tuntutan perdata ( burgerlijke vordering ) tidak lain adalah tuntutan hak mengandung sengketa dan lazimnya disebut gugatan
Persyaratan dalam gugatan antara lain :
1. Identitas Diri dari pada para fihak
2. dalil dalil konkrit tentang adanya hubungan hokum yang merupakan dasar serta alas an – alas an dari pada tuntutan ( middelen van den eis )atau lebih dikenal dengan Fundamentum petendi
3. tuntutan ( onderwerp van den eis met een duidelijke en bepaalde conclusie ) atau petitum
Persyaratan dalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok ialah :
1. jumlah anggota kelompok sedemikian benyaknya sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri – sendiri atau bersama – sama dalam satu gugatan
2. terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hokum yang digunakanyang bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya
3. wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya ( pasal 2 PerMa no 1/2002 )
Menarik untuk dicermati ialah bahwa untuk mewakili kepentingan hokum anggota kelompok , wakil kelompok tidak disyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok ( pasal 4 PerMa no 1/2002 )
C. PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
Pemeriksaan Dalam Persidangan Bagi semua pengadilan, tidak hanya dalam pemeriksaan perkara perdata, UU pokok kekuasaan kehakiman No. 19 Tahun 1964 memuat pasal 12 yang berbunyi :
1. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila dalam UU ditetapkan lain atau apabila menurut pendapat pengadilan yang disetujui oleh pengadilan setingkat lebih tinggi, terdapat alasan yang penting.
2. tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) mengakibatkan batalnya putusan menurut hukum.
Dengan ini dijamin kemungkinan adanya social control atas pekerjaan para hakim. Pada umumnya dapat di anggap sebagai pokok asas bagi pemeriksaan perkara perdata bahwa hakim untuk mengambil keputusan yang tepat sebaik-baiknya mendengarkan kedua belah pihak.Akan tetapi tidak mungkin di tentukan, bahwa pendengaran kedua belah pihak ini harus selalu dilakukan, karena sulit memakssa para pihak untuk datang menghadap di muka hakim. Ini juga
sesuai dengan sifat hukum perdata, yang pelaksanaannya pada umumnya diserahkan kepada kemauan yang berkepentingan sendiri ( Wirjono. 1982 : 74 ).
Dalam sistem Reglemen Indonesia, hakim bersifat aktif dalam persidangan dari
permulaan hingga akhir proses persidangan. Sistem Reglemen Indonesia bagi pemeriksaan perkara dalam sidang adalah bahwa pemeriksaan itu berjalan secara lisan. Hakim mendengar kedua belah pihak dan kedua belah pihak itu mengajukan segala sesuatu kepada hakim secara lisan. Sedang panitera pengadilan mencatat segal pemeriksaan dalam suatu catatan siding ( process verbal ).Menurut pasal 132 Reglemen Indonesia hakim akan memberi penerangan selayaknya kepada kedua belah pihak dan akan memperingatkan mereka tentang syarat-syarat hukum dan
alat-alat bukti yang dapat dipergunakannya.
Di antara tindakan-tindakan hakim dalam pemeriksaan perkara yang penting adalah pemanggilan dan pendengaran saksi. Pada pasal 121 Reglemen Indonesia menentukan bahwa pada waktu kedua belah pihak dipanggil untuk menghadap di muka pengadilan negeri, maka perintahkan untuk membawa orang-orang yang oleh mereka akan diajukan sebagai saksi. Pada permulaan sidang, dimana kedua belah pihak hadir, hakim diwajibkan untuk berusaha untuk mendamaikan mereka (pasal 130 ayat (1) Reglemen Indonesia ). Peraturan ini adalah kurang tepat, karena pada permulaan sidang, hakim belum dapat mengetahui bagaimana duduk perkara sesungguhnya. Baru setelah pemeriksaan perkara berjalan hakim dapat mempunyai gambaran tentang duduk perkara dan hakim akan dapat menemui waktu yang tepat untuk mendamaikan kedua belah pihak, dalam hal ini pada tiap-tiap waktu sampai berakhirnya proses perdamaian dapat terus diusahakan. Ini sesuai dengan pasal 36 ayat 3 ordomasi P. Adat.
Di pengadilan negeri kemungkinan untuk mendamaikan kedua belah pihak sampai pada saat berakhirnya proses adalah suatu praktik umum.
Dengan dicapainya perdamaian proses berakhir. Perdamaian tidak bersifat putusan yang ambil atas pertanggung jawaban hakim,melainkan bersifat persetujuan mereka sendiri.Dari perdamaian tersebut, dibuat sebuah akte dimana kedua belah pihak diwajibkan memenuhi persetujuannya. Akte ini mempunyai kekuatan seperti putusan hakim dan dijalankan pula seperti putusan hakim. Ini sesuai dengan pasal 130 ayat (1) Reglemen Indonesia dan pasal 36 ayat (3) Ordonnansi P. Adat. Apabila usaha hakim untuk mendamaikan kedua belah pihak tidak berhasil, maka menurut pasal 131 Reglemen Indonesia hakim akan membacakan surat-surat yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, misalnya surat gugat dan surat jawaban tergugat.
Menurut pasal 1354 ayat (1) Reglemen Indonesia, hakim harus menyelidiki apakah terhadap gugatan yang akan diperiksa itu telah ada putusan hakim perdamaian desa. Jika ada, itu akan menjadi salah satu sumber penting untuk mengetahui bagaimana isi peraturan hokum adat tentang soal yang menjadi sengketa antara kedua belah pihak. Tetapi apabila tidak ada, sedang hakim memendang putusan itu akan berfaedah maka haikm akan menunda pemeriksaan perakara, sampai hari yang akan ditentukan kemudian, yaitu penggugat telah mendapatkan putusan hakim perdamaian desa seperti yang dikehendaki oleh hakim pengadilan negeri.
Setelah hakim perdamaian desa memberi putusan, maka penggugat memberitahukan putusan itu pengadilan negeri, apabila ia ingin melanjutkan pemeriksaan gugatannya oleh hakim.
Pencabutan dan Perubahan Gugatan Seseorang yang mengajukan gugatan bermaksud menuntut haknya. Kalau tergugat telah memenuhi tuntutan penggugat sebelum perkara diputuskan, maka tidak ada alasan lagi untuk
melanjutkan tuntutannya bagi penggugat.
Oleh karena itu penggugat sepenuhnya berhak untuk mencabut gugatan atau tuntutannya. Kemungkinan lain sebagai alasan pencabutan gugatan ialah karena penggugat menyadari kekeliruannya dalam mengajukan gugatannya. Pencabutan gugatan dapat dilakukan sebelum gugatan itu diperiksa di persidangan atau sebelum tergugat memberi jawabannya atau sesudah diberikan jawaban oleh tergugat. Pencabutan gugatan tidak langsung menghentikan atau menunda tuntutan pidana selan tuntutan pidana berjalan. Maka tuntutan ganti kerugian dalam perkara perdata yang timbul dari perbuatan pidana tersebut terhenti atau ditunda. Menurut pasal 127 Rv perubahan daripada gugatan dibolehkan sepanjang pemeriksaan perkara, asal saja tidak mengubah atau menambah
“onderwerp van den eis” (petitum, pokok tuntutan). Pengertian “onderwerp van den eis “ ini didalam praktek meliputi dasar dari pada tuntutan, termasuk peristiwa-peristiwa yang menjadi tuntutan.
D. PEMBUKTIAN
Yang aharus diketahui oleh hakim adalah sesungguhnya disengketakan oleh mereka : peristiwa apa yang menjadi pokok sengketa , maka tugas hakim adalah mongkonstatir , mengkwalifisir dan kemudian mengkontituir. Apa yang di konstirnya adalah peristiwa dan kemudian peristiwa ini harus di kwalifisir. Pasal 5 ayat 1 UU no 4 tahun 2004 mewajibkan hakim mengadili menurut hokum . tentang hukumnya tidak perlu diberitahukan pada hakim oleh para fihak , dan tidak perlu pula untuk dibuktikan
Dan kebenaran peristiwa ini hanya dapat diperoleh dengan pembuktian . untuk dapat menjatuhkan putusan yang adil maka hakim harus megenal peristiwanya yang telah dibuktikan kebenarannya
Membuktikan mengandung arti
1. arti logis atau ilmiah : memberikan kepastian yang bersifat mutlak
2. arti konvensionil : memberikan kepastian hanya saja bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian Nisbi atau relative sifatnya yang mempunyai tingkatan tingkatan :
a. kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka dan bersifat intuituf dan disebut conviction intime
b. kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal , maka oleh karena itu disebut conviction raisonee
3. arti yuridis : merupakan pembuktian historis , pembuktian secara yuridis ini mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto
Tujuan pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut
Tujuan pembuktian secara ilmiah adalah suatu konstatasi peristiwa dan bukan semata mata untuk mengambil kesimpulan atau putusan
Tujuan pembuktian yuridis adalah untuk mengambil putusan yang bersifat definitive, pasti dan tidak meragukan yang mempunyai akibat hokum
Alat – alat bukti
1. Alat bukti tertulis . ( diatur adalam pasal 138,165,167 HIR,164,285- 305 Rbg.S 1867 no 29 dan pasal 1867 – 1894 BW )
“ alat bukti tertulis adalah segala sesuatu yang memuat tanda – tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagaimana pembuktian “
2. Pembuktian dengan Saksi . diatur dalam pasal 139 – 152,168 – 172 HIR ( ps 165 – 179 Rbg ), 1895 dan 1902 – 1912 BW.
“ kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu fihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan.
3. Persangkaan . diatur dalam pasal 164 HIR ( ps.284 Rbg.1866 BW )
“ persangkaan adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung “
4. pengakuan . diatur dalam HIR ( ps. 174,175,176 ), Rbg ( Ps . 311 , 312 , 313 ) dan BW ( Ps . 1923 – 1928 ) .
“ pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hokum yang diajukan oleh lawan “
5. Sumpah . diatur dalam pasal 155 – 158 , 177 HIR , RBG pasal 182 – 185,314 , BW pasal 1929 – 1945
“ Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada Tuhan , dan dipercaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehnya “
6. Pemeriksaan setempat ( descente ) . diatur dalam pasal 153 HIR, 211 Rv , Ps . 180 Rbg
“ Pemeriksaan setempat ( descente ) adalah pemeriksaan mengenai perkara oleh Hakim karena jabatannya yang ditaklukan diluar gedung atau tempat kedudukan pengadilan agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa – peristiwa yang menjadi sengketa.”
7. Keterangan Ahli ( Expertise ) . diatur dalam pasal 154 HIR ( Ps 181 RBG, 215 Rv )
“ Keterangan Ahli adalah keterangan fihak ketiga yang obyektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri “
E. PUTUSAN
Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya hanyalah alat , sedangkan yang bersifat menetukan adalah peristiwanya . ada kemungkinannya terjadi suatu peristiwa , yang meskipun sudah ada peraturan hukumnya , justru lain penyelesaiannya.
Sumber – sumber untuk menemukan hokum bagi hakim adalah :
Perundang – undangan
Hukum yang tidak tertulis
Putusan Desa
Yurisprudensi
Ilmu Pengetahuan
“ Putusan hakim adalah Suatu pernyataan yang Oleh Hakim , sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa atara para fihak. “
Kekuatan Putusan
kekuatan mengikat
kekuatan Pembuktian
kekuatan eksekutorial
susunan dan isi Putusan
Kepala Putusan
Identitas Putusan
Pertimbangan
Amar
Jenis –jenis Putusan
Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu
Putusan Condemnatoir adalah Putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasiyang dituntutnya
Putusan Contitutif adalah Putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan Hukum , Misalnya Putusan Perkawinan, pengangkatan wali Dll
Putusan Declaratoir adalah Putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang syah
Putusan Praeparatoir adalah putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan akhir.
Putusan interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya pemeriksaan untuk pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat.
Putusan Insidentil adalah Putusan yang berhubungan dengan Insident, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan Biasa.
Putusan Provisionil adalah Putusan yang Menjawab tuntutan Provisionil, yaitu permintaan fihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu fihak.
Upaya Hukum terhadap Putusan
1. Perlawanan ( verzet )
Perlawanan merupakan upaya hokum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat ( Ps. 125 ayat 3 Jo. 129 HIR , 149 ayat 3 Jo. 153 Rbg )
2. Banding
Dapat dilakukan apabila salah satu fihak dalam suatu perkara perdata tindak menerima suatu putusan pengadilan Negeri karena merasa hak – haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap putusan itu kurang benar atau kurang adil.
3. Prorograsi
Ialah mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan kedua belah fihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi.
4. kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan – pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terakhir. ( ps . 29 , 30 UU no 5 Tahun 2004 )
5. Peninjauan Kembali
6. Perlawanan Fihak Ketiga ( derdenverzed )
F. PELAKSANAAN PUTUSAN
Kekuatan eksekutorial suatu putusan Hakim adalah kepala Putusan yang berbunyi “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “
Jenis – jenis Pelaksaan Putusan
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang . eksekusi diatur dalam pasal 196 HIR, ( ps . 208 Rbg )
2. Eksekusi Putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR ( Ps . 259 Rbg )Orang tidak dapat dipaksa untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan.
3. Eksekusi Riil .
eksekusi Riil merupakan Pelaksanaan Prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara suka rela oleh fihak yang bersangkutan.
G . PERWASITAN ( ARBITRASE )
Menurut undang – undang no 30 tahun 1999 Arbitrase dan Alternatif penyelesaan sengketa , yang dimaksud dengan Arbitrase adalah cara penyelesaian satu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
- Sekian terima kasih -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar