ziddu

Sabtu, 23 Oktober 2010

MPR

adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Dahulu sebelum Reformasi MPR merupakan Lembaga Tertinggi Negara, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Anggota MPR tidak dipilih secara langsung oleh rakyat melainkan berasal dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat atau anggota DPR dan anggota DPD ex officio anggota MPR. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lahir seiring dengan berdirinya negara Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada tanggal 29 Agustus 1945 sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sesuai ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KNIP bertugas membantu Presiden dalam menjalankan kekuasaan negara, sebelum terbentuknya lembaga-lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar.
Dalam perkembangan sejarahnya, pada pertengahan Oktober 1945, KNIP kemudian berubah menjadi semacam parlemen, tempat Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggung jawab. Hal ini, sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer. Sejarah mencatat, bahwa KNIP adalah cikal bakal (embrio) dari badan perwakilan di Indonesia, yang oleh Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Keberadaan badan-badan perwakilan, DPR dan MPR ketika itu, tidak terlepas dari keinginan para pendiri negara bahwa negara yang didirikan adalah negara yang demokratis. MPR yang anggota-anggotanya terdiri atas anggota DPR, ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, dianggap sebagai penjelmaan seluruh rakyat. Atas dasar itulah MPR melaksanakan kedaulatan rakyat.
Mengingat fungsi dan kewenangan MPR yang tinggi seperti mengubah Undang-Undang Dasar, mengangkat dan memberhentikan Presiden/Wakil Presiden, maka para ahli hukum tata negara menyebut MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Pandangan ini kemudian dikukuhkan dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan atau Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Meskipun demikian, sejarah menunjukkan bahwa negara Indonesia baru membentuk MPR yang bersifat sementara setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, sedangkan MPR yang dibentuk berdasarkan hasil Pemilihan Umum baru terlaksana pada tahun 1971.
Sejak terbentuknya, baik MPRS maupun MPR telah memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan bangsa dan negara. Sebagai sebuah lembaga, MPR juga tidak luput dari pasang surut seiring dengan perjalanan sistem ketatanegaraan. Di masa lalu, MPR begitu kuat posisinya, begitu besar tugas dan kewenangannya bahkan disebut sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Bergulirnya reformasi yang menghasilkan reformasi konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.
Tugas, wewenang, dan hak
Tugas dan wewenang MPR antara lain:
  • Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
  • Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
  • Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
  • Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
  • Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
  • Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler.
Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR.
Sidang
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
  • sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
  • sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
  • sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan
Alat kelengkapan MPR terdiri atas: Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
  • Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
  • Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
  • Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
  • Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
  • Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
Kedudukan
Sebelum perubahan UUD 1945
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Setelah perubahan UUD 1945
Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Di Gugat RMS

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menunggu keputusan akhir dari sidang gugatan Republik Maluku Selatan (RMS) di pengadilan Belanda. Meski satu keputusan sudah diketok, masih ada dua tuntutan penggugat yang belum diputuskan.

"Jadwal ulang kunjungan Presiden ke Belanda belum ditentukan," kata Menteri Koordinator Bidang Polhukam Djoko Suyanto dalam keterangan kepada VIVAnews.com, Rabu 6 Oktober 2010.

Menurut Djoko, informasi dari Kedutaan Besar RI di Belanda memang menyebutkan bahwa pengadilan sudah mengeluarkan keputusan. Tetapi, keputusan itu belum konklusif.

"Pengadilan memutuskan menolak tuntutan para penggugat untuk pencabutan Hak Imunitas Presiden RI saat kunjungan ke Belanda. Dan mengenakan penggugat membayar penalti sidang," tegas Djoko.

Meski sudah mengeluarkan satu putusan, itupun penolakan, masih ada dua gugatan lagi yang belum diputuskan. Diperkirakan, putusan itu akan rampung selama beberapa hari ke depan.

Dua gugatan yang belum diputuskan yakni, tuntutan pemerintah Belanda untuk meminta penjelasan kepada Pemerintah RI tentang makam Soumokil (pendiri RMS). "Juga soal tuntutan pemerintah Belanda untuk dialog pemerintah RI dengan RMS tentang Self Determination Maluku," jelas Djoko.

Djoko menegaskan, Presiden menghendaki semua proses yang berlangsung harus jelas dan tuntas. "Sebelum memutuskan jadwal kunjungan ulang," kata dia.

Kunjungan Presiden SBY ke Belanda kemarin dibatalkan secara mendadak. Sebab, ada permintaan RMS agar pengadilan HAM di negeri itu menangkap SBY saat berkunjung ke Belanda. Persidangan dilaksanakan Rabu 6 Oktober 2010 waktu setempat. (sj)
• VIVAnews

Kamis, 21 Oktober 2010

KrisMawan Nur DianTo: INVESTASI GUNA MENGHADAPI SERANGAN INFLASI DAN PAJAK

KrisMawan Nur DianTo: INVESTASI GUNA MENGHADAPI SERANGAN INFLASI DAN PAJAK

INVESTASI GUNA MENGHADAPI SERANGAN INFLASI DAN PAJAK


      Kebanyakan orang menaruh dananya di tempat yang 'aman-aman' saja. Kenapa mereka menaruh 100% -bahkan dana nganggurnya- ke dalam produk investasi yang 'aman' seperti tabungan atau deposito di bank? Jawabannya adalah karena orang-orang seperti ini takut kehilangan uangnya.
Bila Anda masih muda (katakanlah masih berada di bawah umur 40), maka ini sebetulnya ironis sekali dan sangat disayangkan. Karena apa yang mereka pikir investasi yang 'aman' seperti tabungan atau deposito, sebetulnya malahan tidak 'aman'.
Lho, bagaimana mungkin?
Sederhana. Kalau Anda punya uang Rp 100 juta yang ditaruh dalam deposito, maka mungkin
pada saat ini Anda akan mendapatkan bunga sebesar 6.25% per tahun ( tahun 2009 ). Betul?
Jadi, jumlah bunga yang Anda dapatkan pada akhir tahun adalah:
Rp 100 juta x 6.25% = Rp 6,25 juta.
Tetapi, bila dipotong pajak bunga deposito sebesar 20% ( tahun 2009 ), maka bunga yang Anda dapatkan adalah Rp 5.000.000 pada akhir tahun.
Sehingga sebetulnya, suku bunga yang Anda dapatkan setelah pajak adalah 5% per tahun.
Sekarang masalahnya, apakah bunga yang besarnya Rp 5 juta tersebut bisa terus menerus
membeli barang dan jasa yang harganya Rp 5 juta setiap tahunnya?
Jawabannya jelas tidak. Kenapa? Soalnya, dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi di Indonesia adalah 9.9% per tahunnya. Kenaikan barang dan jasa secara agregat selalu ditunjukkan lewat perhitungan inflasi yang diumumkan pemerintah tiap bulannya. Di bawah ini adalah tabel lengkapnya:
Tahun Inflasi
1999 20,7%
2000 3,8%
2001 12,55%
2002 10.03%
2003 5.06%
2004 6.40%
2005 17.11%
2006 6.60%
2007 6.59%
2008 11.06%
Rata-rata 9.9%
Dengan asumsi ini maka sebetulnya suku bunga riil yang Anda dapatkan adalah:
suku bunga setelah pajak (5%) dikurangi inflasi (9.9%) sama dengan minus 4,9%.
5% - 9.9% = -4.9%
Artinya, bila pada saat ini Anda menginvestasikan uang Rp 100 juta, maka deposito yang
memberikan bunga 6.25% per tahun sebelum pajak, setelah 10 tahun saldo riil Anda pada akhir tahun ke 10 adalah Rp 51.000.000. Dengan kata lain, uang Anda menyusut sebesar 4,9% pertahunnya.
Inilah kenapa banyak orang yang gagal secara keuangan. Mereka terlalu fokus pada masalah keamanan investasinya ketimbang berusaha mengambil risiko yang lebih besar. Resiko besar berguna untuk mendapatkan keuntungan lebih besar guna 'mengalahkan' tingkat inflasi. Dengan fokus pada investasi yang 'aman-aman' saja, maka hasil investasi riil yang didapatkan juga tidak besar. Bahkan cenderung minus seperti dalam contoh di atas.
Jika Anda ingin menumpuk kekayaan, maka apa yang harus Anda lakukan adalah dengan berani mengambil risiko yang lebih besar sehingga bisa memberikan potensi keuntungan yang lebih besar. Sehingga Anda masih mendapatkan keuntungan yang bisa dibilang lumayan, walaupun sudah dipotong pajak dan inflasi.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita mencoba menghitung berapa nilai kebutuhan kita setelah 20 tahun kedepan dengan penghitungan inflasi dari tahun 2008 yaitu 11.06%
Misalkan kebutuhan Anda saat ini adalah Rp.10 juta / bulan, lalu berapakah kebutuhan Anda seharusnya pada tahun 2028…?
Dan Kita misalkan saja bahwa pemerintah mampu mempertahankan tingkat inflasi secara konstan yaitu tetap pada 10% setahun.
Untuk menghitung total inflasi 20 tahun lagi tidak bisa dengan 10% x 20 = 200%, tetapi disana ada faktor “bunga berbunga yang terjadi”, Maka untuk menghitung Inflasi 20 tahun kedepan adalah dengan rumus => (1 + 10% ) ^ 20 – 100%, ( 1 ditambah 10% pangkat 20 ( tahun ) – 100% ), maka hasilnya adalah 572,75%.
Ini artinya Jika saat ini kebutuhan Anda adalah Rp.10 juta, maka kebutuhan real Anda pada tahun 2028 adalah Rp.57 juta ( dibulatkan ).
Atau kalau saat ini ongkos kendaraan umum adalah Rp.2000, maka pada tahun 2028 ongkos
kendaraan adalah Rp.11.455,-
Dapatkah Anda hidup sejahtera pada 20 tahun lagi tersebut dengan tingkat kenaikan gaji yang masih dibawah Inflasi setiap tahun…? Jawaban tentu saja tidak akan dapat !
Jika Anda tetap ingin hidup sejahtera pada 20 tahun dari sekarang, maka mau tidak mau Anda harus mencari dan melakukan Investasi yang dapat memberikan Anda hasil bersih yang jauh mengalahkan Inflasi.
Lalu berapa nilai hasil yang seharusnya Anda dapatkan agar investasi Anda dapat memberikan keuntungan yang signifikan dan bahkan dapat memberikan Anda pasif income yang dapat membiayai style kehidupan yang Anda inginkan walaupun sudah dipotong pajak dan inflasi dalam 20 tahun kedepan…?
Kalau kita misalkan seperti tadi yaitu kebutuhan Anda saat ini adalah Rp.10 juta setiap bulan, maka paling tidak pada 20 tahun kedepan Anda harus dapat menghasilkan Rp.100 juta setiap bulan ( 2 x dari total inflasi ) agar style atau gaya hidup Anda tetap bertahan dalam kesejahteraan.

Dengan asumsi seperti diatas, itu artinya anda perlu mencari investasi dengan pertumbuhan
minimal 20% pertahun.
Kebutuhan pada tahun 2028 Rp.100 Juta perbulan sama dengan Rp.1,2 Milyar Pertahun. Dengan Tingkat Pertumbuhan 20% setahun, itu artinya Anda pada tahun 2028 perlu dana sebesar Rp.6Miyar.
Berapa pendapatan Anda saat ini…?
Sanggupkah mengumpulkan Dana Minimal Rp.6 Milyar pada tahun 2028..?
Dimana ada investasi dengan Pertumbuhan 20% setahun…?




JANGAN PANIK dan JANGAN STRESS….!
Banyak sekali Investasi yang memberikan hasil 240% setahun atau 20% sebulan
Jika Anda ingin mengetahui Cara Berinvestasi dengan hasil minimal 20% sebulan dengan cara
aman atau resiko yang dapat dikendalikan…Serta dengan Modal yang minimal sekalipun !
Segera Konsultasikan dengan kami.
Kami dengan senang hati memberikan bimbingan kepada Anda beserta alat Bantu yang otomatis
kami miliki untuk mewujudkan keberhasilan Investasi Anda.
Hubungi Kami di Ruko Teluk Grajakan Kav.A
Jl.Teluk Grajakan – Malang ,Telp : 473778
085736011984